Hai semuaaa~
Jadi disini saya ingin meresensi film “ Kartini “ kenapa saya postingannya di blog baru karena blog lama tidak bisa dibuka hihihi:( jadi saya buat blog baru deh hehe🙈
Gausah lama lama ini dia resensinya^^
• KARTINI •
Kartini
(Dian Sastrowardoyo) akan dinikahi Djoyoadiningrat (Dwi Sasono). Jelang
pernikahan, ia dikurung dalam kamar tanpa cahaya.Gugatan Kartini kepada
ibu tirinya, Moeryam (Djenar Maesa Ayu) dengan mengatakan, “Apa yang
bisa saya syukuri dari seorang laki-laki yang sudah memiliki tiga
istri,” tidak mempan.
Di
kamar itu, Kartini yang selama ini memberdayakan perempuan jelata di
Jepara dibuat tak berdaya. Ia akan menyusul saudarinya, Kardinah
(Ayushita) ke pelaminan.Fakta ini membuat Roekmini (Acha Septriasa)
merana. Selama ini, Roekmini, Kartini, dan Kardinah dijuluki daun
semanggi oleh Belanda.Ketiganya menyatu, menjadi kekuatan yang tak
terpatahkan. Sejak Kardinah menikah, Roekmini merasa tiga kelopak daun
semanggi itu sengaja dibuat pincang. Kartini kini berada di
persimpangan. Ia dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama,
bersikeras menunggu jawaban Belanda terkait proposal beasiswa
pendidikan yang diajukannya. Kedua, menuruti titah orang tua menikah di
usia muda.Di tengah kegamangan, pintu jendela kamar Kartini dicongkel
ibu kandungnya, Ngasirah (Christine Hakim). Ia mengajak Kartini ke
sebuah danau dan memberi nasihat yang menjadi titik balik Kartini.“Dan
kata apa yang tidak ada dalam aksara Londo? Bakti,” ucap Ngasirah.
Kartini menangis tersedu-sedu.Anda yang hanya mengenal Kartini sebagai
ikon emansipasi dan pendiri sekolah bagi kaum perempuan, bersiaplah
melihat sisi lain Kartini.Sebelum menjadi Raden Ajeng, Kartini tak
sendiri dalam berjuang. Ia memiliki dua saudari yang sama “gilanya”
dalam memperjuangkan perempuan. Ketiganya dilakonkan dengan sangat
meyakinkan oleh Dian, Acha, dan Ayushita.Kita melihat Kartini, Kardinah,
dan Roekmini dimanusiakan. Dan dalam hidup, tiap manusia menemukan
momentumnya. Kartini menemukan momentum di dekat danau. Roekmini
menemukan momentum saat berlari di tengah prosesi pernikahan Kardinah.
Pertama,
bersikeras menunggu jawaban Belanda terkait proposal beasiswa
pendidikan yang diajukannya. Kedua, menuruti titah orang tua menikah di
usia muda.Di tengah kegamangan, pintu jendela kamar Kartini dicongkel
ibu kandungnya, Ngasirah (Christine Hakim). Ia mengajak Kartini ke
sebuah danau dan memberi nasihat yang menjadi titik balik Kartini.“Dan
kata apa yang tidak ada dalam aksara Londo? Bakti,” ucap Ngasirah.
Kartini menangis tersedu-sedu.Anda yang hanya mengenal Kartini sebagai
ikon emansipasi dan pendiri sekolah bagi kaum perempuan, bersiaplah
melihat sisi lain Kartini.Sebelum menjadi Raden Ajeng, Kartini tak
sendiri dalam berjuang. Ia memiliki dua saudari yang sama “gilanya”
dalam memperjuangkan perempuan. Ketiganya dilakonkan dengan sangat
meyakinkan oleh Dian, Acha, dan Ayushita.Kita melihat Kartini, Kardinah,
dan Roekmini dimanusiakan. Dan dalam hidup, tiap manusia menemukan
momentumnya. Kartini menemukan momentum di dekat danau. Roekmini
menemukan momentum saat berlari di tengah prosesi pernikahan Kardinah.
Resensinya segitu aja ya guys , thank youuuu~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar