Minggu, 13 Januari 2019

Resensi film “KARTINI”

Hai semuaaa~
Jadi disini saya ingin meresensi film “ Kartini “ kenapa saya postingannya di blog baru karena blog lama tidak bisa dibuka hihihi:( jadi saya buat blog baru deh hehe🙈
Gausah lama lama ini dia resensinya^^

• KARTINI •
Kartini (Dian Sastrowardoyo) akan dinikahi Djoyoadiningrat (Dwi Sasono). Jelang pernikahan, ia dikurung dalam kamar tanpa cahaya.Gugatan Kartini kepada ibu tirinya, Moeryam (Djenar Maesa Ayu) dengan mengatakan, “Apa yang bisa saya syukuri dari seorang laki-laki yang sudah memiliki tiga istri,” tidak mempan.
Di kamar itu, Kartini yang selama ini memberdayakan perempuan jelata di Jepara dibuat tak berdaya. Ia akan menyusul saudarinya, Kardinah (Ayushita) ke pelaminan.Fakta ini membuat Roekmini (Acha Septriasa) merana. Selama ini, Roekmini, Kartini, dan Kardinah dijuluki daun semanggi oleh Belanda.Ketiganya menyatu, menjadi kekuatan yang tak terpatahkan. Sejak Kardinah menikah, Roekmini merasa tiga kelopak daun semanggi itu sengaja dibuat pincang. Kartini kini berada di persimpangan. Ia dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama, bersikeras menunggu jawaban Belanda terkait proposal beasiswa pendidikan yang diajukannya. Kedua, menuruti titah orang tua menikah di usia muda.Di tengah kegamangan, pintu jendela kamar Kartini dicongkel ibu kandungnya, Ngasirah (Christine Hakim). Ia mengajak Kartini ke sebuah danau dan memberi nasihat yang menjadi titik balik Kartini.“Dan kata apa yang tidak ada dalam aksara Londo? Bakti,” ucap Ngasirah. Kartini menangis tersedu-sedu.Anda yang hanya mengenal Kartini sebagai ikon emansipasi dan pendiri sekolah bagi kaum perempuan, bersiaplah melihat sisi lain Kartini.Sebelum menjadi Raden Ajeng, Kartini tak sendiri dalam berjuang. Ia memiliki dua saudari yang sama “gilanya” dalam memperjuangkan perempuan. Ketiganya dilakonkan dengan sangat meyakinkan oleh Dian, Acha, dan Ayushita.Kita melihat Kartini, Kardinah, dan Roekmini dimanusiakan. Dan dalam hidup, tiap manusia menemukan momentumnya. Kartini menemukan momentum di dekat danau. Roekmini menemukan momentum saat berlari di tengah prosesi pernikahan Kardinah.
Pertama, bersikeras menunggu jawaban Belanda terkait proposal beasiswa pendidikan yang diajukannya. Kedua, menuruti titah orang tua menikah di usia muda.Di tengah kegamangan, pintu jendela kamar Kartini dicongkel ibu kandungnya, Ngasirah (Christine Hakim). Ia mengajak Kartini ke sebuah danau dan memberi nasihat yang menjadi titik balik Kartini.“Dan kata apa yang tidak ada dalam aksara Londo? Bakti,” ucap Ngasirah. Kartini menangis tersedu-sedu.Anda yang hanya mengenal Kartini sebagai ikon emansipasi dan pendiri sekolah bagi kaum perempuan, bersiaplah melihat sisi lain Kartini.Sebelum menjadi Raden Ajeng, Kartini tak sendiri dalam berjuang. Ia memiliki dua saudari yang sama “gilanya” dalam memperjuangkan perempuan. Ketiganya dilakonkan dengan sangat meyakinkan oleh Dian, Acha, dan Ayushita.Kita melihat Kartini, Kardinah, dan Roekmini dimanusiakan. Dan dalam hidup, tiap manusia menemukan momentumnya. Kartini menemukan momentum di dekat danau. Roekmini menemukan momentum saat berlari di tengah prosesi pernikahan Kardinah.

Resensinya segitu aja ya guys , thank youuuu~